Stase 5- Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja, Jakarta
Setelah
tiga kali minor, akhirnya dapat stase mayor lagi. Sepuluh minggu
kembali ke Koja. Mudah-mudahan aku betah. Secara, hati, jiwa dan pikiran
masih tertinggal di Metro. Terbiasa dengan suasana Metro yang sepi,
nyaman, tenang, nggak ada macet dan benar-benar jauh dari segala jenis
keramaian, rasanya stress juga waktu harus kembali ke Koja yang super
ramai.
Tapi
aku bersyukur, stase ini pun tidak terlalu berat, kecuali kalau sedang
jaga malam. Tapi ah, aku senang juga jaga malam di IGD Koja, walaupun di
awal-awal stase, setiap kali jaga di IGD rasanya ada pikiranku yang
hilang terbang ke Metro. Kenangan-kenangan manis bersama kakak-kakak di
IGD RS MW benar-benar membekas. Sering aku bayangkan seandainya aku jaga
malam di Metro.
Di sini, aku dapat kesempatan sebanyak-banyaknya
untuk berlatih melakukan tindakan. Semua tindakan. Dari yang awalnya
masih disupervisi sampai akhirnya sudah dilepas sendiri karena sudah
dianggap mampu melakukan sendiri dengan baik dan benar. Pasien di IGD
RSUD Koja selalu banjir. Selalu ramai. Tapi seluruh rasa lelah selalu
terbayar dengan selalu bertambahnya kemampuan dan ilmu yang dipunya.
Apalagi,
kalau jaga dengan dr H. Itu dua kali lebih semangat. Aku beberapa kali
minta tukar jaga, supaya bisa jaga dengan dokter yang satu ini. Semua
dokter di IGD Koja itu baik. Baik banget. Tapi dr H ini paling spesial
di hatiku. Kalau sedang jaga dengan beliau, tengah malam, kalau pasien
sudah tidak terlalu ramai, biasanya diisi dengan aku mendengarkan beliau
memberikan nasihat-nasihat kepadaku. Sebenarnya bukan nasihat-nasihat
yang berat, justru yang dekat dengan keseharian saja. Seperti misalnya
nasihat memilih suami. Apa nasihatnya?? Rahasia... hehehe.
Di RS
ini juga aku berkenalan dengan dua orang radiografer yang sangat sangat
baik. Pak Yohannes dan seorang ibu yang aku lupa namanya. Dua orang yang
selalu menyambut dengan senyum dan canda kalau aku mengantar pasien ke
bagian Radiologi. Kalau lagi lelah, dapat hadiah sepotong senyum saja,
rasanya memang cetar membahana banget. Kadang malah suka janjian dengan
Pak Yohannes kapan kita jaga bareng. Pernah sekali, aku sudah lelah
karena pasien yang membludak, malam-malam, Pak Yohannes sudah
menghampiriku, "Kayaknya udah capek banget nih, Rin? Daritadi
mondar-madir aja kayak setrikaan. Istirahat aja dulu, gih sana ngumpet
di ruang radiologi. Tidur aja sebentar. Kesehatan sendiri juga harus
dijaga." Ya ampun...aku sampai hampir nangis mendengarnya. Baik banget
pak radiografer yang satu ini.
Di bangsal Penyakit Dalam, aku sempat berkenalan dengan seorang perawat laki-laki yang tiap kali aku follow up
pasien, pasti deh senang sekali menggoda. Ada-ada saja tingkahnya.
Mulai dari mengangguku kalau aku sedang anamnesis pasien, sampai
seringkali menjitakku. Pernah suatu pagi, aku sedang follow up dan dia
terus menerus menggangguku, sampai pasien satu ruangan itu
menertawakanku karena keisengannya. Kalau mas X ini yang mendampingi
dokter visit, maka aku harus siap-siap hafal nama seluruh pasien ruangan
yang jumlahnya bisa lima puluh orang. Soalnya mas X ini bakalan tanya
nama-nama pasien sama aku saja. Padahal kan aku cuma pegang pasien
paling-paling lima orang. Kalau aku nggak bisa jawab? hmm.... langsung
kena jitak. Dan herannya, hanya aku yang diperlakukan seperti itu. Tapi
jujur sih, kalau pas aku bertugas di sana dan mas X ini nggak ada,
rasanya jadi sepi. Nggak ada yang bisa diajak bercanda. Pernah sekali
aku bertanya padanya, "Mas, kenapa sih hobi amat gangguin aku? Koass nya
banyak tuh, sekali-sekali gangguin yang lain dong.." lalu dijawabnya
"Nggak tahu kenapa, paling enak gangguin morin. Nggak kepingin gangguin
yang lain." Hadeehh...nasib-nasib...
Sepuluh minggu di RSUD Koja
memang begitu berkesan. Ilmu, persahabatan dan kebersamaan terjalin
dengan baik. Dan sekarang...tiba-tiba aku kangen makan bubur ayam di RS
Koja yang enak itu...
Stase enam- Obstetri dan Ginekologi, RS Rajawali Bandung
Tidak
seperti stase-stase sebelumnya, di stase ini aku tinggal di wisma
bersama tiga orang kawanku. Semuanya adik kelas dan semuanya Malaysia.
Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.
Inilah salah satu
dengan teman-teman terbaik, atau, bolehlah aku anugerahkan teman-teman
terbaik sepanjang kepaniteraan kepada : Tuty Alwiyah, Hafizah Ainaa dan
Hazrena Hassim. Kami sudah bersama sebelumnya sejak di RS Koja. Jadi
akan sepuluh minggu lagi bersama. Benar-benar bersama, sebab kami tidur
dalam satu kamar.
Aku bersyukur di salah satu stase terberat
ini, aku punya sahabat-sahabat terbaik yang selalu siap saling membantu.
Dalam keadaan apapun, kami mencoba untuk tetap menghadapinya berempat.
Mulai dari ketika awal-awal stase yang luar biasa menyedihkan sampai di
menjelang akhir stase yang berubah bahagia dan penuh haru.
Menunggui
ibu-ibu yang mau melahirkan itu berjuta rasanya. Aku sendiri belum tahu
apa rasanya proses itu. Sesakit apa? Aku tak tahu. Tapi aku selalu
berusaha untuk memberikan semangat kepada mereka. Barangkali cuma itu
yang bisa aku lakukan saat ini. Pengalaman paling ekstrem, aku pernah
dicekik pasien waktu sedang kontraksi. Ya ampun...tapi ya sudah, sabar
saja. Pasti sakit yang ibu itu rasakan lebih dari yang aku rasakan saat
dicekik secara tak sengaja olehnya.
Di RS ini, kami punya empat
orang konsulen. Cukup melelahkan. Ini pertama kalinya aku punya konsulen
yang berjumlah empat. Biasanya paling banyak hanya dua orang. Tapi
setiap hari, sepulang bertugas di poliklinik, kami selalu mendapat
bimbingan dari masing-masing konsulen.
Stase
yang melelahkan ini ternyata benar-benar membuat kondisi kesehatanku
menurun. Aku akhirnya merasakan harus opname selama dua hari. Pengalaman
pertama buatku. Awalnya, aku masih menolak untuk opname ketika malam
itu dokter jaga IGD sudah menganjurkan opname untukku, tapi karena
sampai esok paginya sudah lima ampul ketorolac tak juga membantu
mengurangi chest pain yang aku rasakan, akhirnya aku setuju saat by
sitter ku menyuruhku opname.
Aku bahkan sempat berpikir
untuk mengundurkan diri dari stase ini karena merasa fisikku tak sanggup
lagi. Tapi berkat semangat dan dukungan teman-temanku, akhirnya aku
bisa melanjutkan sampai stase selesai, walaupun di akhir stase masih
saja ada cobaan untukku. Tapi sekali lagi Puji Tuhan, semua pihak
mendukung dan memberikan semangat kepadaku. Mungkin, itulah buah kalau
kita selalu bersikap dan berbuat baik kepada sesiapapun. Suatu hari,
ketika kita jatuh, mereka akan datang menopang kita. Kita kan tidak tahu
kapan kita jatuh, kapan kita membutuhkan bantuan. Jadi, berbuat baik,
bersikap baik dan selalu santun adalah kunci di manapun kita
ditempatkan. Apa yang kita tanam, itu juga yang kelak akan kita tuai.
Stase tujuh- Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan, RS Bhakti Yudha, Depok
Selepas
stase Obsgyn di Bandung, aku mengajukan cuti selama tiga minggu. Aku
ingin istirhata dan berobat dulu, supaya fisikku kembali kuat untuk bisa
melanjutkan stase berikutnya. Akan sia-sia kalau aku memaksakan tetap
melanjutkan stase dan jatuh sakit lagi di pertengahan stase.
Stase
THT di RS Bhakti Yudha tidak terlalu berat. Kami biasanya masuk jam
09.00 dan paling lambat pulang jam 13.00. Dokter konsulen kami juga
sangat baik. Hari-hari ada bimbingan.
Stase minor memang tak
terlalou meninggalkan kesan, sebab lima minggu berlalu dengan cepat,
apalagi kalau tak ada hal-hal lain yang bikin greget. Hari-hari hanya
dilalui dengan : bangun siang- berangkat poli- pulang- nonton tv- tidur
siang- belajar- baca novel- tidur.... membosankan sih, tapi untung
banyak buku baru, jadi ya tiap hari diisi sambil baca-baca saja.
Stase
di Depok ini, dalam seminggu aku bisa dua kali main ke Gramedia Depok,
sekedar jalan-jalan atau membeli satu atau dua buku baru. Ya...selagi
ada kesempatan. Di stase lain, mana sempat sekedar main ke toko buku.
Tapi
aku senang di Depok. Suasananya tak seramai di Jakarta, dan aneka jenis
kulinernya benar-benar memanjakan lidah. Makanan-makanan di sekitar
rumah sakit betul-betul membuatku sering lupa diri dan akhirnya berat
badan naik sampai empat kilo selesai stase di Depok.
Akan
tetapi, konsulen kami bilang, di masa kepaniteraan kami ini, kami
sedikit sekali dapat pasien yang tindakan di OK. Seingatku memang aku
hanya satu kali melihat operasi tonsil dan dua kali sinusitis.
Selebihnya, semua lebih banyak di poli saja.
........bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar