Sabtu, 27 Juli 2013

12 Stase 12 Kenangan (Bagian Dua)

Stase 5- Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja, Jakarta

Setelah tiga kali minor, akhirnya dapat stase mayor lagi. Sepuluh minggu kembali ke Koja. Mudah-mudahan aku betah. Secara, hati, jiwa dan pikiran masih tertinggal di Metro. Terbiasa dengan suasana Metro yang sepi, nyaman, tenang, nggak ada macet dan benar-benar jauh dari segala jenis keramaian, rasanya stress juga waktu harus kembali ke Koja yang super ramai. 





Tapi aku bersyukur, stase ini pun tidak terlalu berat, kecuali kalau sedang jaga malam. Tapi ah, aku senang juga jaga malam di IGD Koja, walaupun di awal-awal stase, setiap kali jaga di IGD rasanya ada pikiranku yang hilang terbang ke Metro. Kenangan-kenangan manis bersama kakak-kakak di IGD RS MW benar-benar membekas. Sering aku bayangkan seandainya aku jaga malam di Metro.


Di sini, aku dapat kesempatan sebanyak-banyaknya untuk berlatih melakukan tindakan. Semua tindakan. Dari yang awalnya masih disupervisi sampai akhirnya sudah dilepas sendiri karena sudah dianggap mampu melakukan sendiri dengan baik dan benar. Pasien di IGD RSUD Koja selalu banjir. Selalu ramai. Tapi seluruh rasa lelah selalu terbayar dengan selalu bertambahnya kemampuan dan ilmu yang dipunya.

Apalagi, kalau jaga dengan dr H. Itu dua kali lebih semangat. Aku beberapa kali minta tukar jaga, supaya bisa jaga dengan dokter yang satu ini. Semua dokter di IGD Koja itu baik. Baik banget. Tapi dr H ini paling spesial di hatiku. Kalau sedang jaga dengan beliau, tengah malam, kalau pasien sudah tidak terlalu ramai, biasanya diisi dengan aku mendengarkan beliau memberikan nasihat-nasihat kepadaku. Sebenarnya bukan nasihat-nasihat yang berat, justru yang dekat dengan keseharian saja. Seperti misalnya nasihat memilih suami. Apa nasihatnya?? Rahasia... hehehe.

Di RS ini juga aku berkenalan dengan dua orang radiografer yang sangat sangat baik. Pak Yohannes dan seorang ibu yang aku lupa namanya. Dua orang yang selalu menyambut dengan senyum dan canda kalau aku mengantar pasien ke bagian Radiologi. Kalau lagi lelah, dapat hadiah sepotong senyum saja, rasanya memang cetar membahana banget. Kadang malah suka janjian dengan Pak Yohannes kapan kita jaga bareng. Pernah sekali, aku sudah lelah karena pasien yang membludak, malam-malam, Pak Yohannes sudah menghampiriku, "Kayaknya udah capek banget nih, Rin? Daritadi mondar-madir aja kayak setrikaan. Istirahat aja dulu, gih sana ngumpet di ruang radiologi. Tidur aja sebentar. Kesehatan sendiri juga harus dijaga." Ya ampun...aku sampai hampir nangis mendengarnya. Baik banget pak radiografer yang satu ini.

Di bangsal Penyakit Dalam, aku sempat berkenalan dengan seorang perawat laki-laki yang tiap kali aku follow up pasien, pasti deh senang sekali menggoda. Ada-ada saja tingkahnya. Mulai dari mengangguku kalau aku sedang anamnesis pasien, sampai seringkali menjitakku. Pernah suatu pagi, aku sedang follow up dan dia terus menerus menggangguku, sampai pasien satu ruangan itu menertawakanku karena keisengannya. Kalau mas X ini yang mendampingi dokter visit, maka aku harus siap-siap hafal nama seluruh pasien ruangan yang jumlahnya bisa lima puluh orang. Soalnya mas X ini bakalan tanya nama-nama pasien sama aku saja. Padahal kan aku cuma pegang pasien paling-paling lima orang. Kalau aku nggak bisa jawab? hmm.... langsung kena jitak. Dan herannya, hanya aku yang diperlakukan seperti itu. Tapi jujur sih, kalau pas aku bertugas di sana dan mas X ini nggak ada, rasanya jadi sepi. Nggak ada yang bisa diajak bercanda. Pernah sekali aku bertanya padanya, "Mas, kenapa sih hobi amat gangguin aku? Koass nya banyak tuh, sekali-sekali gangguin yang lain dong.." lalu dijawabnya "Nggak tahu kenapa, paling enak gangguin morin. Nggak kepingin gangguin yang lain." Hadeehh...nasib-nasib...

Sepuluh minggu di RSUD Koja memang begitu berkesan. Ilmu, persahabatan dan kebersamaan terjalin dengan baik. Dan sekarang...tiba-tiba aku kangen makan bubur ayam di RS Koja yang enak itu...


Stase enam- Obstetri dan Ginekologi, RS Rajawali Bandung

Tidak seperti stase-stase sebelumnya, di stase ini aku tinggal di wisma bersama tiga orang kawanku. Semuanya adik kelas dan semuanya Malaysia. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.

Inilah salah satu dengan teman-teman terbaik, atau, bolehlah aku anugerahkan teman-teman terbaik sepanjang kepaniteraan kepada : Tuty Alwiyah, Hafizah Ainaa dan Hazrena Hassim. Kami sudah bersama sebelumnya sejak di RS Koja. Jadi akan sepuluh minggu lagi bersama. Benar-benar bersama, sebab kami tidur dalam satu kamar.

Aku bersyukur di salah satu stase terberat ini, aku punya sahabat-sahabat terbaik yang selalu siap saling membantu. Dalam keadaan apapun, kami mencoba untuk tetap menghadapinya berempat. Mulai dari ketika awal-awal stase yang luar biasa menyedihkan sampai di menjelang akhir stase yang berubah bahagia dan penuh haru.

Menunggui ibu-ibu yang mau melahirkan itu berjuta rasanya. Aku sendiri belum tahu apa rasanya proses itu. Sesakit apa? Aku tak tahu. Tapi aku selalu berusaha untuk memberikan semangat kepada mereka. Barangkali cuma itu yang bisa aku lakukan saat ini. Pengalaman paling ekstrem, aku pernah dicekik pasien waktu sedang kontraksi. Ya ampun...tapi ya sudah, sabar saja. Pasti sakit yang ibu itu rasakan lebih dari yang aku rasakan saat dicekik secara tak sengaja olehnya.

Di RS ini, kami punya empat orang konsulen. Cukup melelahkan. Ini pertama kalinya aku punya konsulen yang berjumlah empat. Biasanya paling banyak hanya dua orang. Tapi setiap hari, sepulang bertugas di poliklinik, kami selalu mendapat bimbingan dari masing-masing konsulen.



Stase yang melelahkan ini ternyata benar-benar membuat kondisi kesehatanku menurun. Aku akhirnya merasakan harus opname selama dua hari. Pengalaman pertama buatku. Awalnya, aku masih menolak untuk opname ketika malam itu dokter jaga IGD sudah menganjurkan opname untukku, tapi karena sampai esok paginya sudah lima ampul ketorolac tak juga membantu mengurangi chest pain yang aku rasakan, akhirnya aku setuju saat by sitter ku menyuruhku opname.


Aku bahkan sempat berpikir untuk mengundurkan diri dari stase ini karena merasa fisikku tak sanggup lagi. Tapi berkat semangat dan dukungan teman-temanku, akhirnya aku bisa melanjutkan sampai stase selesai, walaupun di akhir stase masih saja ada cobaan untukku. Tapi sekali lagi Puji Tuhan, semua pihak mendukung dan memberikan semangat kepadaku. Mungkin, itulah buah kalau kita selalu bersikap dan berbuat baik kepada sesiapapun. Suatu hari, ketika kita jatuh, mereka akan datang menopang kita. Kita kan tidak tahu kapan kita jatuh, kapan kita membutuhkan bantuan. Jadi, berbuat baik, bersikap baik dan selalu santun adalah kunci di manapun kita ditempatkan. Apa yang kita tanam, itu juga yang kelak akan kita tuai.




Stase tujuh- Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan, RS Bhakti Yudha, Depok

Selepas stase Obsgyn di Bandung, aku mengajukan cuti selama tiga minggu. Aku ingin istirhata dan berobat dulu, supaya fisikku kembali kuat untuk bisa melanjutkan stase berikutnya. Akan sia-sia kalau aku memaksakan tetap melanjutkan stase dan jatuh sakit lagi di pertengahan stase.

Stase THT di RS Bhakti Yudha tidak terlalu berat. Kami biasanya masuk jam 09.00 dan paling lambat pulang jam 13.00. Dokter konsulen kami juga sangat baik. Hari-hari ada bimbingan.


Stase minor memang tak terlalou meninggalkan kesan, sebab lima minggu berlalu dengan cepat, apalagi kalau tak ada hal-hal lain yang bikin greget. Hari-hari hanya dilalui dengan : bangun siang- berangkat poli- pulang- nonton tv- tidur siang- belajar- baca novel- tidur.... membosankan sih, tapi untung banyak buku baru, jadi ya tiap hari diisi sambil baca-baca saja.


 

Stase di Depok ini, dalam seminggu aku bisa dua kali main ke Gramedia Depok, sekedar jalan-jalan atau membeli satu atau dua buku baru. Ya...selagi ada kesempatan. Di stase lain, mana sempat sekedar main ke toko buku. 


Tapi aku senang di Depok. Suasananya tak seramai di Jakarta, dan aneka jenis kulinernya benar-benar memanjakan lidah. Makanan-makanan di sekitar rumah sakit betul-betul membuatku sering lupa diri dan akhirnya berat badan naik sampai empat kilo selesai stase di Depok.

Akan tetapi, konsulen kami bilang, di masa kepaniteraan kami ini, kami sedikit sekali dapat pasien yang tindakan di OK. Seingatku memang aku hanya satu kali melihat operasi tonsil dan dua kali sinusitis. Selebihnya, semua lebih banyak di poli saja.


........bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar