12 Stase 12 Kenangan (Bagian Satu)
Waktu membaca pengumuman semester pendek yang akan menentukan apakah
aku bisa masuk kepaniteraan atau tidak, rasanya perasaan campur aduk.
Hanya 1,4 SKS saja yang tertinggal (yang sebelumnya membuatku
mendapatkan liburan gratis selama 6 bulan). Tapi tengah malam itu,
akhirnya aku boleh berlega hati. Selamat datang babak baru.
Stase Satu - Bedah & Anestesi RS Imanuel Way Halim, Bandar Lampung
Mau nangis!!!
Itu
adalah hal pertama yang terlintas di kepala saat namaku tertulis di
daftar stase dan "dilempar" ke Lampung. Lampung, ciiinn....pulau apa
tuh? Bukannya di sana cuma ada gajah ya? Koq bisa ada rumah sakit ya?
Dan kenapa mesti aku yang dikirim ke sana? dari enam puluh sekian koass
baru periode itu, ada lima orang yang dikirim ke Lampung, dan 5/60
itu...kenapa mesti aku? Ralat sampai tiga kali tapi nama tetap di RS
Imanuel. Ya ampun...mudah-mudahan aku nggak diseruduk gajah Lampung
nanti.
Tapi ternyata, inilah awal stase yang
menegangkan, menyebalkan, membikin stress tapiiiiiiii..... memberikan
pengalaman-pengalaman manis yang sampai sekarang masih teringat di
memori otakku.
Ahmad Fuadi bilang, "jangan takut
pergi ke negeri orang. Kita akan dapat ganti kawan di sana nanti.." dan
itu benar-benar terjadi. Dua setengah bulan di Lampung aku punya
keluarga dan sahabat-sahabat baru. Terutama kakak-kakak di OK dan di
IGD. Mereka adalah sumber semangat nomor satu. Saat sedang down, sedang
stress, mereka selalu ada. Thank you Kak Yayas, Kak Tirta, Kak Made, Mas
Egi, Kak Anas, Kak Rina, Mas Mawan, Mas Lukas, Mas Made, Kak Vera.
Di
stase pertama ini sering banget aku nangis, tapi setelah itu ngajak Kak
Yayas, dua rekan koass ku dari bagian lain juga buat makan mie ayam,
bakso, siomay, es buah dan kadang-kadang masih ditambah sekilo mangga.
Bikin mas-mas yang jualan mie ayam bingung. Ini cewek empat habis kerja
apaan, koq makannya porsi sekampung. Tapi ya, karena stress, walaupun
sering banget berkuliner ria, tetap aja, berat badan turun ENAM KILO
sepulang dari Lampung.
Di stase inilah aku
belajar untuk disiplin, untuk mau turun kerja ada atau tidak ada
konsulen. Aku belajar menyuntik iv, dikasih kesempatan untuk melakukan
beberapa tindakan yang baru sekali itu aku lakukan. Kepercayaan diri dan
keberanianku benar-benar ditempa di sini, terutama di IGD. Aku tak
keberatan walaupun harus menghadapi kejutekan Kak Tirta dan Mas Egi tiap
hari (upss...) yang penting aku diajari, dikasih bekal buat bisa
melakukan berbagai tindakan.
Di Kamar
operasi, aku senang bisa dapat kesempatan untuk belajar jahit, dibimbing
langsung oleh dokter Bedahnya. dr Dono, Sp.B. Beliau sering sekali
mengajakku asistensi kalau beliau yang naik sebagai operator dan
biasanya aku punya kesempatan buat belajar jahit. Terima kasih, dr Dono.
Saat waktunya pulang kembali ke Jakarta, tau-tau
saja aku mendapati diriku tak ingin pulang. Koq jadi berat begini ya
mau meninggalkan Lampung? Padahal kan awalnya stress berat dikirim ke
Lampung. Aku bertekad, mau kembali lagi ke Lampung.
Stase Dua - Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ Soeharto-Heerdjan, Grogol, Jakarta
Aku
masih belum terlalu bersemangat melanjutkan stase ini. Setelah cuti satu minggu sepulang dari Lampung, aku melanjutkan berobat di Jakarta,
dan hasilnya benar-benar di luar dugaanku. Diagnosis dokter, keputusan
terapi yang harus dijalani, semua masih benar-benar membuatku tak
bersemangat melanjutkan masa kepaniteraanku. Tapi aku bersyukur stase
ini tidak terlalu melelahkan. Aku masih bisa berkesempatan memulihkan
kesehatanku dan masih bolak-balik ke rumah sakit tempat dokter penyakit
dalamku praktik.
Aku senang belajar Psikiatri, mungkin itu
satu-satunya semangatku di sini. Aku bertemu dengan pembimbing yang baik
dan kebetulan bisa banyak saling berbagi.
Jujur saja aku senang
ada berlama-lama dengan pasien-pasien dengan masalah kejiwaan itu.
Kadang, aku bisa lama sekali di bangsal Cempaka hanya untuk mendengarkan
mereka bercerita tentang waham mereka, halusinasi atau apa saja. Aku
seperti melihat jiwa-jiwa yang kosong. Mungkin, kalau dulu mereka punya
teman berbagi, mereka tidak akan sampai seperti ini.
Ada
dua pasien istimewa untukku di rumah sakit ini. Salah satunya pasien
yang aku buat status riwayat penyakitnya. Ia datang ke IGD di malam
ketika aku tengah bertugas jaga. Ia datang dengan marah-marah, penuh
emosi dan menyalahkan semua orang. Esok harinya, aku temui ia di
bangsal, ia masih sama seperti semalam.
Tugasku sudah kelar
membuat status, tapi buatku, pasien bukan cuma obyek. Aku ingin berteman
dengannya. Aku masih mengunjunginya, mendengarkan ia bercerita tentang
apa saja. Aku tak membantah, tak menyela, tak menyalahkannya. Aku hanya
ingin mendengarkan, karena rasanya memang dia hanya butuh didengarkan
saat-saat ini.
Kejutan untukku datang di hari keempat ia dirawat.
Ia menyambutku di depan bangsal, tersenyum dan memelukku! wajahnya
berseri dan dia menggunakan make up di wajahnya dengan sangat cantik.
Aku puji kemajuannya. aku katakan, "Mbak cantik sekali hari ini..." dan
senyumnya semakin sumringah.
Hari-hari berikutnya aku masih
datang menemuinya. Ia selalu terlihat senang saat aku datang. Ia yang
awalnya tak ingin bertemu ibunya, akhirnya mau menemui ibunya, bahkan
dengan senang hati memperkenalkan aku kepada ibunya. Ada rasa bahagia
yang menyelinap di hatiku. Ada rasa haru.
Setelah tujuh hari
dirawat, akhirnya ia diizinkan pulang. Aku masih menemuinya sebelum ia
pulang. Aku peluk ia erat-erat dan aku cium kedua pipinya. Ia nampak
begitu senang. Dalam hati aku berdoa, semoga ia tak akan pernah kembali
lagi ke rumah sakit ini.
Stase Tiga- Ilmu Penyakit Kulit Kelamin RS Husada Jakarta
Puji
Tuhan stase ketiga ini aku masih diberi minor dan masih di Jakarta,
karena ternyata terapi yang harus aku jalani membuatku stress. Tidak
enak betul terapi ini. Aku masih tarik ulur dengan dokter internis ku
soal terapi ini. Aku belum bisa menerimanya. Apalagi ini terapi jangka
panjang. Rasanya berat sekali dijalani.
Stase Ilmu Kulit Kelamin
ini tidak begitu banyak meninggalkan kesan untukku. Tapi aku senang
stase di RS Husada, Jakarta. Masuk tidak terlalu pagi, jadi aku bisa
naik commuter dari Bekasi ke Mangga Besar setiap hari. Aku suka sekali
naik kereta. Stase di sini juga tidak terlalu berat. Tiga hari dalam
seminggu kami masuk hanya dari jam 09.00-13.00 saja. Menyenangkan bukan?
Tapi
tiga hari lainnya, kami masuk jam 09.00 sampai jam 18.00 kadang malah
lebih, karena selalu ada bimbingan selesai poliklinik pagi. Kalau hari
Jumat, kami biasanya berdansa ria. Seru sekali. Aku suka dansa. Dari
kecil, aku suka menari. Hobi bahkan. Jadi, senang aja waktu punya
kesempatan bisa menari lagi.
Stase Empat - Ilmu Penyakit Saraf RS Mardi Waluyo Metro, Lampung
Aku
baru pulang dari RS Husada malam itu ketika seorang kawan mengabariku
kalau ada ralat stase. Aku yang tadinya ditempatkan di RS Bhakti Yudha,
dipindah menjadi di RS Mardi Waluyo, Metro, LAMPUNG! seluruh rasa
lelahku karena pulang malam langsung sirna begitu aku tahu kalau aku
akan kembali ke LAMPUNG! Jujur, aku tak membayangkan soal RS Mardi
Waluyo ini. Aku membayangkan aku akan bisa main ke RS Imanuel setiap
akhir pekannya. Bukankah itu menyenangkan. Kembali ke Lampung memang
selalu membuatku bersemangat.
Berangkat ke Lampung sendiri dengan
penuh semangat, sudah terbayang-bayang minggu depan akan main ke Bandar
Lampung, kembali ke RS Imanuel, ketemu lagi dengan kakak-kakakku yang
sudah aku rindukan teramat.
Seetelah dijalani, stase di RSMW ini
benar-benar menyenangkan. Aku tiba-tiba merasa begitu betah ada di Kota
Metro. Aku senang kotanya yang tidak terlalu ramai, aku senang rumah
sakitnya, aku senang dokter-dokternya, aku senang perawat-perawatnya dan
yang paling utama....aku senang IGD nya....!!!
Ini
stase paling berkesan dibandingkan staseku yang sebelumnya. Aku begitu
bahagia. Apalagi saat bertugas di IGD. Semua perawatnya baik,
hmm....agak berat hati juga sebenarnya mau bilang mereka baik. Lebih
cocoknya sih mereka gila! Tapi justru itu yang membuat IGD menjadi
tempat pelarianku. Rasanya tak ada hari aku lewatkan tanpa aku main atau
sekedar bercanda di IGD.
Kebetulan kawan-kawan satu stase ku
juga orang-orang yang menyenangkan. Mereka iseng, senang sekali
menggodaku. Kadang aku visit sambil menunduk terus, karena mereka selalu
menggodaku dengan beberapa perawat di sana. Aku sampai seringkali mati
gaya. Apalagi kalau sudah ke IGD, aku sih terpaksa diam saja deh. Kalah
kalau harus satu lawan tiga. Aku yang awalnya berkawan dengan santai di
IGD jadi terpaksa agak jaga jarak, karena mereka terlau sering
menggodaku. Nyerah deh sama teman-temanku ini. Hobi banget
menjodoh-jodohkan orang lain, padahal sendirinya belum punya jodoh.
Hehehe.
Dan setelah begitu banyak kejadian manis di RS ini,
saat waktunya pulang, aku sampai menitikkan air mata. Aku berat sekali
rasanya mau meninggalkan Poli Saraf. Tak ingin kembali ke Jakarta. Aku
masih begitu ingin ada di Metro.
Sekali lagi, Lampung meninggalkan kesan yang begitu mendalam untukku...
....................bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar