Jumat, 22 November 2013

Labirin yang Tak Lagi Perlu Diselesaikan

Begini...

Saya sedang mencoba peruntungan dengan berani masuk untuk menelusuri sebuah labirin...

 Ya...sebutlah itu sebuah labirin. Pernah tahu soal labirin?

 

Kita memulai masuk ke sebuah labirin tanpa membawa peta bukan? Kita menelusuri dan terus menelusuri hingga kita mencapai jalan keluarnya. Bukankah itu yang seharusnya terjadi bila kita memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah labirin? Cuma orang gila yang masuk dalam labirin dan membawa peta. 

 

Masuk ke dalam labirin adalah proses menemukan jalan keluar. Bukankah seharusnya demikian? Atau mungkin kalau kita tak juga menemukan jalan keluarnya, saya membayangkan seperti adegan di film Harry Potter IV dimana para pesertanya boleh mengirimkan tanda nyala api yang artinya mereka menyerah. Tapi sebelum nyala api itu dikirimkan, berarti sang peserta tetap akan menelusurinya sendiri, mencari Piala Api!

 

Saya pun demikian. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah labirin. Aku memutuskan untuk menelusurinya sampai batas waktu yang sudah aku tentukan. Lewat batas waktu itu, aku mungkin memilih menyerah. Tapi selama belum habis waktunya, aku akan tetap mencoba setiap lorong, setiap jalan dan setiap kemungkinan yang ada. 

 

Akan tetapi, tiba-tiba saja, ketika saya tengah menelusuri labirin ini, ada seseorang, yang mencekoki saya dengan sebuah peta jalan keluar. Saya tak suka. Saya tak lagi merasa ada serunya menjalani proses ini kalau di depan saya sudah terhampar jalan lurus. Mengapa saya tak dibiarkan sendiri mencari jalan keluar saya? Sekarang, saya seperti kehilangan seluruh gairah saya untuk melanjutkan permainan yang telah saya mulai. Saya tak lagi perlu mencoba setiap lorong, karena kemanapun mata saya menoleh, maka peta seolah dipaparkan dengan begitu jelas. Ketika kaki saya akan melangkah ke kanan, akan langsung muncul tanda silang, bahwa itu jalan yang salah. Jadi, apalagi nikmatnya meneruskan permainan labirin ini? Saya kehilangan momen-momen untuk menelusuri, mengerti dan bersabar. Saya kehilangan proses yang sebenarnya harus menjadi mutlak menjadi milik saya. 

 

Saya tak lagi bersemangat. Saya seperti sudah didikte untuk menyelesaikan permainan ini. Sekarang saya lebih bimbang untuk memutuskan apakah saya harus menyelesaikan permainan ini sekarang juga atau tetap berjalan dengan pasrah menuju jalan keluar yang ditunjukkan oleh peta paksaan itu.

Kamis, 07 November 2013

Karena Aku Rasa Apa yang Kau Rasa...

aku ingin berada di sisimu sepanjang malam, menemanimu, tidak ingin meninggalkanmu barang sejenak, maukah kau tau kenapa aku melakukannya?

aku hanya punya satu jawaban.....

aku merasakan apa yang kau rasakan malam itu......

 

aku tahu apa rasanya saat kita tak mampu mengatur debar jantung kita, tak kuasa melawan serangan yang tiba-tiba datang dan tak mampu berbuat apa-apa...

 aku merasakan apa yang kau rasakan malam itu....

 

banyak malam yang pernah aku lalui sebelumnya sendiri...begitu banyak malam, di mana aku harus menghadapi sendiri ketakutanku, kegelisahanku dan seluruh rasa sakitku, tanpa ada sesiapapun di sisiku. Tanpa ada yang membisikkan kepadaku bahwa semuanya akan baik-baik saja.

karena itu, aku tak ingin kau merasakan pilu yang sama yang pernah ada di perjalanan hidupku...

 

mungkin orang berpikir betapa berlebihannya khawatirku malam itu, tapi ingin aku beritahu kepadamu, aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja sebagai kapasitasku seorang dokter. di saat-saat seperti itu, biarlah aku yang menuntunmu, berikanlah aku kesempatan untuk menjadi dokter untuk orang-orang yang aku sayang..mencurahkan seluruh ilmu dan kemampuanku untuk mengurangi penderitaanmu...

 

aku pernah, berada di dalam kondisi betapa aku ingin ditolong, betapa aku ingin dibantu dan betapa aku sudah mengemis meminta bantuan, tapi tak seorangpun mengulurkan tangan, tak seorangpun percaya bahwa aku sungguh sudah tak sanggup menghadapinya...

aku tak ingin engkau merasakan segala pahit yang pernah aku telan sendiri...aku takkan pernah membiarkannya...

 

kalau aku marah..kalau aku menangis malam itu, sebab aku pernah berada di dalam kondisimu. di saat aku harus pergi padahal sebenarnya hatiku berkata tidak. Di saat aku harus menghadapi sendiri, padahal di sisi hatiku aku merindukan seseorang berdiri di sampingku, menemaniku melewati semua ini. Itulah sayang, mengapa aku tak rela melepaskanmu sendiri malam itu.