Senin, 23 Juni 2014

Perempuan Tetaplah Perempuan

Sudah lama nggak nge-blog, pas mau buka akun blog sendiri aja sampai keringatan. Lupa e-mail sendiri, lupa password. Untung akhirnya berhasil di buka. Fiuhhh...




Sengaja saya memulainya dengan quote di atas. Dan jawablah dengan serempak "basi!". Ya memang, basi. Di era seperti sekarang ini, di masa yang seperti ini, waktu semua perempuan berlomba-lomba beli kamera tercanggih yang bisa mengubah wajahnya dari sawo matang jadi kayak patung di depan department store, di saat perempuan berlomba-lomba menurunkan berat badan dengan cara apapun. Suplemen satu juta, biaya fitness yang tidak murah. Ya, di era segala macam puteri diagung-agungkan di depan televisi, siapa yang masih bisa adem ayem kalau dibilang cantik fisik itu tidak terlalu penting?


Saya menulis ini dari hati, bukan pesan sponsor, bukan mau sok tahu isi hati perempuan (walaupun saya juga perempuan). Tapi saya pernah belajar dari beberapa buku yang saya baca, pernah melihat, pernah merasakan, dan sekarang, saya ingin menuliskannya. Sederhana, kelak, ketika saya punya seorang anak perempuan, saya ingin ia membacanya. Saya ingin anak perempuan saya tahu betapa saya mencintainya tanpa syarat, betapa dia selalu terlihat cantik di hadapannya. Dan saya ingin anak perempuan saya tumbuh dengan pemikiran, bahwa ibu nya lebih layak dipercaya dibandingkan seluruh orang di luar sana. Saya ingin anak perempuan saya kelak menemukan kecantikannya tanpa harus kehilangan segalanya.

Saya pernah baca di sebuah buku, "setiap perempuan itu cantik, hanya, terkadang mereka belum menemukan caranya menjadi cantik.." dan berawal dari sana, saya percaya, akan ada waktunya perempuan itu menemukan caranya menjadi dirinya yang paling cantik. 

Saya tahu, semua laki-laki menginginkan perempuan cantik, kalau perlu bahkan yang paling cantik, untuk jadi......barang pamerannya! Kenapa? Dibawa kemana-mana dengan perasaan bangga, bahwa perempuannya cantik kan? 

Saya pun ingin terlihat cantik, saya pun ingin menemukan "kecantikan" diri saya, tapi tak juga mau memaksakan. Bagaimanapun, saya tidak ada hubungan saudara dengan Dian Sastrowardoyo, tidak mungkin saya akan memiliki kecantikan yang dia miliki. 


Cuma laki-laki "gila" yang benar-benar memilih perempuan hanya dengan alasan cantik. Untuk ukuran sebuah pernikahan, yang hanya sekali seumur hidup, berapa lama cantik akan menjadi topik yang menarik? Memangnya laki-laki akan setiap detik memandangi perempuannya yang terus berdandan sepanjang hari? Tidak kan? Ia butuh perempuan yang mau mendengarkan keluh kesahnya, yang mengerti lelahnya setelah seharian berada di kantor, yang tahu kapan harus diam dan kapan harus memberikan semangat, perempuan yang bisa memberikan rasa nyaman. Mana yang lebih memberikan rasa nyaman, duduk berhadapan dan laki-laki memandangi terus perempuannya yang cantik atau duduk bersebelahan dan kepala si laki-laki menumpu di bahu perempuan? 

Sekian juta kutipan yang mengatakan bahwa setiap perempuan itu cantik tetap tak akan mengalahkan ucapan yang dikatakan her mom, her dad and her boyfriend. Dan celakanya, yang terakhir itu yang sering jadi masalah. 

Perempuan tetaplah perempuan, ia selalu ingin ditinggikan, dipuji, diberikan apresiasi. Bukan soal bunga, bukan soal cincin, tapi cuma sekedar kata-kata. Saya nggak tahu berapa banyak endorfin yang dikeluarkan tubuh perempuan kala ia mendengar kekasihnya memuji "you're my beautiful woman...

Jadi, teman-teman perempuan, jangan pernah memilih laki-laki yang tidak pernah mengutarakan pujian. Eh, tapi terserah sih, tapi kalau saya, saya nggak mau. Laki-laki yang baik akan menaikkan citra diri perempuan, bukan malah merusaknya. Jadi kalau pacar kamu malah membuat kamu jadi minder tiap kali lihat kaca, jadi paranoid lihat timbangan, rasanya banyak yang harus dipertimbangkan ke depan. Saya tidak mengatakan bahwa laki-laki tidak boleh memberikan saran. Tentu saja boleh. Asal dengan cara yang baik, cara yang diterima perempuan dengan tidak menyakiti bahkan mengecilkan hatinya. 

"Sayang, kamu cantik deh hari ini, baju warna pink ini bagus di badan kamu, eh tapi boleh kasih saran gak?"

Perempuan (yang sudah dipuji cantik itu) tentu akan senang hati mendengarkan, "apa?"

"Aku pernah lihat di toko baju mana gitu, aku lupa sih toko bajunya, ada gaun warna hijau muda. Kalau menurut aku, gaun itu kalau kamu yang pakai, pasti cocok banget di kamu..." 

Padahal sih isi kepala laki-laki itu, "norak banget kalau kamu pake pink, hijau tuh lebih kelihatan pas sama kulitmu.." 
(Nah, cara penyampaian itu penting bukan?)

Saya berani bertaruh, dalam waktu sesingkat-singkatnya, perempuan itu akan mencari gaun yang dimaksud. 

Jadi, sebenarnya mudah kan mengerti perempuan? Buang deh statement kalau "laki-laki selalu salah di mata cewek.." ishhh... Perempuan bukan pengacara Indonesia kali, yang sudah rabun matanya membedakan mana yang salah mana yang benar. Bukankah di sanalah seninya pacaran dengan perempuan? Yang memang perasaannya lebih sensitif (terutama menjelang haid), yang lebih repot dalam mempersiapkan segala hal, tapi ya itulah mahluk yang namanya "perempuan". Kalau nggak sanggup dengan konsekuensi itu, boleh koq pacaran dengan sesama jenis saja.

Akan tetapi, selalu ingat, dibalik perempuan yang "perasaannya sensitif banget" itu, ada sosok yang bakalan menemanimu dua puluh empat jam selama kamu sakit. Yang rela nggak tidur semalaman hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja. Ia terlalu takut meninggalkanmu sekejap saja, takut tiba-tiba kamu membutuhkan bantuannya. 

Di balik manjanya, tersimpan sosoknya yang begitu tegar. Yang selalu berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri, yang kelak saat berumah tangga, akan mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa mengeluh.

Di balik cerewetnya, tersimpan sosoknya yang lembut, yang bisa kamu jadikan sandaran di saat lelah. Yang nggak akan balik "sewot" kalau kamu sedang curhat soal masalah di kantor. 

Ya, tentu saja kalau kamu sudah memilih perempuan yang "pas". Wajah masih bisa dipoles dengan make up, tubuh masih bisa di"modifikasi", tapi hati yang baik, hati yang mencintai dengan tulus, jangan sampai terlewatkan. 

Tapi ada sebuah kalimat yang juga pernah saya dengar dari seseorang "perempuan baik diciptakan untuk laki-laki yang baik..." jadi, kalau bukan dengan yang sekarang, setelah ini pasti ada yang lebih baik.

Jangan biarkan diri kita sebagai perempuan, terima-terima saja diperlakukan "seadanya" oleh pasangan. Perempuan itu istimewa. Kalau kamu nggak merasa bahkan tidak tahu rasanya jadi istimewa di samping pasanganmu, mendingan disudahin aja hubungannya. Laki-laki yang baik tahu bagaimana memperlakukan perempuan dengan istimewa. Berkata-kata tetap lembut, itu juga satu contoh perlakukan istimewa. 


Perempuan suka didahulukan, tapi ia tak akan segan mengalah. Kalau sepuluh kali jadwal bermain futsalmu bentrok dengan jadwal si perempuan yang ingin menghabiskan waktu denganmu, relakan satu kali saja waktu bermain futsalmu, dan "perempuan ini" akan jatuh cinta semakin dalam denganmu. Kadang sekalipun ia ingin bersama, tapi ia tak ingin mengganggu hobimu, jadi, dia cuma bisa mengalah dengan perasaannya yang disimpan sendiri. 


Perempuan tetaplah perempuan, setegar apapun, seberapapun dia berusaha nampak kuat di hadapanmu, kalau kamu merentangkan tangan, siap memeluknya, ia pasti menangis juga...


Ya sudah, itu saja, pemikiran, uneg-uneg, dan segala macam pertimbangan saya selama menjalin sebuah hubungan yang serius. 

Satu lagi deh, "Dear teman-teman perempuan, tinggalin laki-laki yang tidak bisa menghargaimu...mereka nggak pantas dicintai dengan cinta sebesar itu..." pernikahan hanya satu kali. You deserved to be happy!