Minggu, 28 Juli 2013

Mencintai dan Menghormati

Sore tadi, saat saya hadir dalam ibadah ekaristi Minggu sore, saya mendengar ada dua pasutri (pasangan suami istri) yang mengucapkan janji pernikahan kembali, istilah dalam gereja Katolik "memperbaharui janji pernikahan". 

 

Ada satu kalimat yang membuat saya tertegun, yaitu saat masing-masing pasangan mengucapkan "Saya berjanji akan mencintai dan menghormati pasangan saya.."

 

Ya. Berjanji untuk selalu mencintai dan menghormati. Mencintai dan menghormati adalah dua hal yang harus saling mengikuti. Tapi yang saya pikirkan saat ini, kita mungkin menghormati tanpa mencintai tapi tidak mungkin mencintai tanpa menghormati. Saya selalu mencium tangan konsulen-konsulen saya dan beberapa orang perawat yang saya anggap banyak memberikan bekal ilmu saat masa kepaniteraan saya. Saya menghormati mereka tapi tidak mencintai bukan? Nah, itu yang saya maksud dengan kalimat di atas. Tapi kepada pasangan, saya menghormatinya karena saya mencintainya. 

 

Menghormati pasangan bukan berarti harus selalu "nunduk" dan mengikuti semua yang diminta pasangan. Tentu bukan itu. Menghormati artinya kita memberikan "tempat" baginya untuk ia memiliki dunianya sendiri. Misalnya, saya menghormati pasangan saya dengan tidak menanyakan password social network -nya. Saya menghormati pasangan saya dengan tidak melarangnya melakukan hobi atau kesenangannya yang memang sudah ada sejak dulu, bahkan ketika saya belum ada dalam hari-harinya. Saya menghormati pasangan saya dengan berkomitmen untuk tidak bicara kasar, memaki, membentak atau menyindir pasangan saya di depannya maupun di depan orang lain. Saya beri tahu ya, pasangan yang baik akan menjaga kehormatan pasangan lainnya. Dan salah satu "pelecehan" yang sering terjadi di dalam sebuah hubungan adalah ketika kita mulai menyindir pasangan lewat jejaring sosial. Dengan kita menjelekkan atau membawa masalah kita ke jejaring sosial, artinya kita menodai kehormatan pasangan kita sendiri dan tentu menodai kehormatan kita sendiri. Buat apa masalah berdua harus satu dunia yang tahu? 

 

Saya sendiri adalah tipe orang yang akan menuliskan perasaan saya kalau saya sedang sedih atau sedang bahagia. Kalau saya sedang sangat teramat bahagia karena pasangan saya baru kasih surprise atau tiba-tiba dia melakukan hal-hal yang begitu manis, maka saya ingin orang lain tahu betapa bahagianya saya bersamanya, tapi ketika saya kesal, saya marah atau jengkel, maka saya akan menulis di akun twitter saya yang tidak di follow oleh sesiapapun. dengan nama saya yang disamarkan, dan benar-benar hanya untuk meluapkan kemarahan sesaat. Dan menakjubkannya, bahwa hanya 0,05% saja kemarahan tersebut beralasan. Sisanya hanya emosi yang datang sesaat dan setelah itu pergi dengan sendirinya. Bayangkan kalau setiap kali saya jengkel atau setiap kali saya marah dengan pasangan saya, lalu saya tulis di Facebook atau saya maki-maki pasangan saya, bulan ketiga kami pasti sudah berpisah. Dan berpisah secara tidak terhormat pula pastinya. 

 

Salah satu contoh lainnya yang sering tidak kita sadari kita lakukan, yaitu, ketika pasangan kita bicara, kita menyela, memotongnya, tidak mau mendengarkan sampai ia selasai menjelaskan atau malah saat pasangan kita bercerita, kita malah asyik dengan gadget sendiri atau sambil melakukan hal lain seperti baca majalah, gunting kuku atau hal-hal sepele lainnya. Masalah kecil, bukan? Tapi saya menempatkan masalah ini sebagai suatu bentuk kita tidak mampu menghormati pasangan kita. 

 

Mungkin, khusus saya pribadi, satu hal lagi yang saya lakukan (dan benar-benar keputusan saya sendiri melakukannya) adalah dengan mencium tangan pasangan saya setiap kali kami bertemu dan setiap akan berpisah kembali. Buat saya, makna "cium tangan" itu adalah, "saya menghormatimu sebagai pasangan saya, seseorang yang mampu membimbing saya sekarang dan seterusnya.." dan kalau setelahnya saya dapat "hadiah" kecupan lembut di kening, saya mengartikannya sebagai dia pun mengasihi dan menghormati saya.

 

Sering saya mendengar "Laki-laki tidak boleh kasar pada perempuan.." maka saya pun tidak mau sepihak saja, saya pun berjanji untuk tidak pernah kasar terhadap pasangan saya di dalam kondisi apapun. Saya akan tetap berusaha menjadi perempuan yang mampu bersikap sopan, lambat dalam berkata-kata, selalu mendengarkan dengan penuh perhatian dan tetap lembut dalam kondisi apapun. Saya ingin menghormati pasangan saya sebagaimana saya ingin diperlakukan.


 -morina-

28.07.13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar