Minggu, 04 Agustus 2013

12 Stase 12 Kenangan (Bagian Empat-Selesai)

Stase 11 : Ilmu Kesehatan Masyarakat (Jakarta-Karawang)

Entah kenapa, stase yang satu ini selalu jadi momok yang paling ditakutkan, ya setidaknya begitulah menurut pendapatku setelah mendengarkan berbagai ragam cerita tentang stase ini dari teman-teman yang sudah lebih dulu menjalaninya. Katanya "Siap-siap pergi pagi pulang malam!" huaahhh.... kapan ya terakhir kali dapat stase yang pergi pagi pulang malam? Sampai sudah lupa karena beberapa stase terakhir ini tidak terlalu melelahkan.

Dan setelah dijalani, ya memang begitu adanya. Pergi pagi pulang petang (hmm..ralat..sangaaattt petang). Minggu pertama di kampus, tiga minggu berikutnya di Puskesmas Grogol dan di kampus, seminggu berikutnya lagi di kampus. Empat minggu berikutnya di Karawang dan satu minggu penutupnya di kampus lagi.

CAPEKKK????? Bangeeeettttt.......!!!!!!




Selama di Jakarta, jujur ada tidak ada pengalaman yang terlalu berkesan. Semua seperti sebuah rutinitas yang sangat teramat membosankan. Pagi pergi ke Puskesmas sampai jam 12 siang, lalu buru-buru kembali ke kampus, kadang nggak sempat makan siang pula, lalu lanjut bimbingan sampai petang sekali, pulang, tidur karena kecapekan, bangun tengah malam buat kerjakan tugas, pusing dengan penelitian, tidur menjelang pagi dan jam 7 pagi sudah harus bangun lagi. Ya bagitu saja tiap hari selama lima minggu. 

Apa aja sih yang dikerjakan? Kenapa sampai capek begitu? Penelitian! Itu yang bikin capek. Capek karena harus bolak-balik cari jurnal, cari bahan, kerjain ini itu, cari dosen pembimbing, bikin kuisioner, semua-muanya, bikin kepala rasanya mau meledak. Tapi ya, berusaha buat tetap calm down aja, soalnya semua koass harus melewati ini kan? This too will pass... Sabar aja, itu prinsipnya, kalau nggak, bisa psikosis nanti.

Empat minggu di Karawang agak lebih menyenangkan. Ada suasana baru dan jauh dari Jakarta itu selalu menyenangkan. Nggak ketemu macet, nggak ketemu gedung-gedung aja, tapi tiap hari bisa lihat sawah :)

Puskesmas tempat saya dan seorang rekan saya bertugas tidak begitu besar. Tidak begitu ramai juga. Jam 12 siang Puskesmas sudah (nyaris) tutup. 

Saya di sini ditempatkan bersama seorang rekan saya, sebut saja namanya Susi (eh..memang namanya Susi ya?) Setidaknya, dapat teman yang tingkat kewarasannya sama itu menyenangkan. Tidak terbayang kalau harus tinggal satu rumah dengan teman yang tidak cocok. Sudah di Karawang itu nggak ada hiburannya, temannya nggak enak, wah, itu sih pulang-pulang bisa konsul ke Grogol. Nah, sama Susi, semuanya jadi terasa ringan. 

Di Karawang di isi dengan pagi- siang tugas di Puskesmas, siang istirahat, sore ngobrol-ngobrol nggak jelas, malam juga hanya santai-santai. Harus saya akui, it was bored!

Tapi ada yang bikin senang sih waktu di Karawang, saya bisa ke Rengasdengklok, ke tempat Bung Karno pernah diasingkan menjelang kemerdekaan. Akhirnya nambah juga wisata sejarah saya. Oh ya, di sini juga ada serabi ijo yang ueeeenaaakk tenan. Pokoknya enak banget, apalagi pakai kuah durian. Top markotop deh!

Di Karawang, kami tinggal di rumah seorang bapak yang bekerja di BKKBN. Selama ini ya itulah tempat tinggal koas yang ditempatkan di Pedes. Wah, tinggal di rumah bapak ini, badan langsung melar semelar-melarnya, padahal saya bertekad mau ngurusin badan, lah malah jadi sebaliknya. Faktor pertama karena harus makan malam sama-sama (padahal biasanya saya sudah jarang makan malam) yang kedua, racun yang sesungguhnya adalah Susi! bayangkan, jam sembilan malam dia main ke kamar dan masih buka-buka wafer, chiki dan segala jenis cemilan. Haduhh...

Di Karawang, karena kami ke Kecamatan terpencil, Kecamatan Pedes, saya dan rekan saya menyaksikan sendiri bagaimana siswa-siswi di sekolah terpencil, melihat kondisi mereka membuat saya miris. Membuat hati ini seperti ingin menangis (atau malah sudah menangis?) Kondisi sekolah yang begitu seadanya, bangunan yang sudah tak kokoh lagi, tenaga pengajar yang pas-pasan. Sementara di Jakarta, sekolah internasional dengan bayaran selangit berdiri begitu megah. Seperti itukah kesenjangan dunia pendidikan kita?

Selama di Karawang, ada tiga kali kami berkumpul di Kota Karawangnya. Rasanya lucu saja, kami yang datang dari berbagai kecamatan di Karawang, kumpul bersama dan seolah punya seribu satu macam cerita untuk dibagikan. Serasa sudah sepuluh tahun tidak jumpa, padahal sih bar seminggu berpisah. Tiap kali harus berkumpul di dinas kesehatan Karawang, serasa reuni..

Satu minggu penutup kembali ke kampus dan mempersiapkan ujian evaluasi program. Kalau nggak ada sesi ke Karawang, pasti IKM ini nggak ada seru-serunya ya :)



Stase 12 : Ilmu Penyakit Mata (Ciawi)



Apa yang saya lakukan ketika pertama kali membaca nama saya ada di pengumuman stase yang menuliskan bahwa saya dapat stase Mata di RSUD Ciawi? Oke, harus saya tuliskan dengan sejujur-jujurnya... saya NANGIS!

Teman-teman bilang Mata di Ciawi itu "selamat menikmati deh Morin.." tentu saja kalimat ini diucapkan dengan senyum jahat, kayak mak lampir kalau mau merebus anak orang. (Kebayang kan 'gimana ketawanya?) 

Tapi mau bagaimana lagi, tiga kali ralat dan belum juga ada tanda-tanda saya dilempar ke Yogya, apalagi ke Lampung. Ya sudah, terima saja. Cuma lima minggu koq, lagian, kalau saya mulai badmood soal stase, saya mulai mikir apa yang akan terjadi setelah stase.. saya mau ketemu pacar :) 

Hari Minggu, saat tiba di kost baru, rasanya nggak semangat. Saya masih mengadu pada pacar sambil nangis, "Mas...nggak mau lah Mata di Ciawi..." Tapi kata pacar saya, "Adek pasti bisa. Mas yakin adek pasti bisa melewatinya.." Dalam hatiku mengamini, semoga semuanya berjalan lancar. 

Minggu pertama berjalan dengan sangat mendebarkan. Rasanya jantung selalu takikardi kalau sedang bertugas di poli, malam tidur gelisah, makan nggak enak, entah kenapa kepikiran terus soal stase ini. Padahal baru minggu pertama. Minggu pertama sih belum benar-benar bertugas, masih belajar sambil sesekali ikut melakukan pemeriksaan dengan teman-teman yang sudah lebih dulu di stase ini.

Minggu kedua, ketika sudah harus pegang pasien, jantung lebih-lebih lagi takikardinya. Apalagi kalau harus meletakkan status pasien di depan konsulen. Rasanya keringat mengucur deras dan tangan gemetaran.  Mungkin terbawa omongan teman-teman yang sudah menakut-nakuti duluan.

Tiap malam masih selalu telepon pacar buat mengeluh sana-sini, tapi pacar saya ini sabar sekali ya...nggak pernah protes kalau tiap malam saya mengeluh hal yang sama, katanya selalu, "Nggak apa-apa dek, nanti adek jadi pintar selesai stase.." 


Saya merasa lumayan beruntung, dulu saya pernah harus mengulang Mata di Semester Pendek (SP), dan saking ketakutannya saya nggak lulus lagi di SP itu (bayangkan, kalau saya nggak lulus, saya harus bayar BPP pokok lebih mahal daripada harga SKS Mata dan kesandung satu matkul itu nggak enak) jadi saya mati-matian belajar mata. Tiap pagi siang sore malam, kemana-mana bawa buku ijo, di dalamnya stabilo warna-warni sudah menghias, saking tangan saya nggak bisa diam kalau lagi belajar. Semua rangkuman, semua soal Mata, saya kerjakan dengan sepenuh hati jiwa raga, pokoknya saya harus lulus! Dan memang saya lulus. Bahkan saya ingat banget, waktu Try Out, dari 50-an orang yang ikut kelas cuma saya dan seorang teman saya yang lulus. Bangga? Lumayan, setidaknya itulah hasil kerja keras saya.

Lebih semangat belajar Mata lagi, karena waktu kami disuruh kumpul rangkuman di sebuah buku, di bagian gambar Anatomi Mata, saya dapat marka dari dosen Mata saya (yang juga konsulen mata di RSUD Ciawi) "gambar bagus, enak buat belajar" yihiiii...siapa nggak senang dapat tulisan seperti itu? di saat teman-teman lain dikomentari kurang ini itulah, punya saya dapat komentar positif, tambah semangat deh. Apalagi di halaman belakang tertulis "tulisan rapi, tetap pertahankan.." Padahal tugas itu saya kerjakan sudah sambil ngantuk-ngantuk.

Berbekal saya punya basic yang lumayan lah di otak saya tentang Mata, saya sudah tidak terlalu kesulitan untuk belajar Mata. Baca satu kali sudah langsung masuk di otak, karena memang hanya tinggal "memory call" saja. Itu toh gunanya saya dulu banting tulang, otot, darah, jantung, paru-paru, demi lulus Mata, ternyata terpakai di kepaniteraan.


Minggu selanjutnya sudah terasa lebih menyenangkan. Pagi-pagi setelah absen di detik-detik terakhir (Ya iyalah, harus absen sebelum jam delapan), duduk-duduk sarapan pagi dulu makan bubur ayam di depan RS yang enak banget (bolehlah saingan sama bubur ayam di RSUD Koja yang juga mantap). Lalu haha hihi sebentar di poli, terus mulai periksa pasien, bantu dan belajar dengan konsulen, pulang kelaparan, makan bareng sambil cekakak-cekikik buat mengurangi stress, pulang kost, mandi, TEPAR...

Di stase ini, kejadiannya hampir sama seperti waktu di Bandung. Saya yang paling senior diantara tiga rekan saya. Dan seperti kata kawan saya waktu di Bandung, "Yaelah Rin.. lu yang kakak kelas tapi lu yang di bully adik kelas, gimana sih, heran gue!" hahaha..ya ampun, saya juga nggak tahu kenapa. 

Kalau ada hal-hal yang harus dikonfirmasi, hal-hal yang harus ditanyakan, atau apa saja yang berhubungan dengan konsulen, maka sayalah yang didaulat harus bicara. Haduh..pingin rasanya jitak kepala adik-adik kelas saya satu-satu, dikira saya nggak stress apa kalau berhadapan dengan konsulen? Tapi karena saya kakak yang baik (anggap saja begitu) jadi selalu saya yang maju duluan.

Oh ya, di RS ini beberapa kali saya menghadapi orang asing (orang luar negeri) yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Dan herannya, (lagi-lagi efek kakak kelas yang menyedihkan, yang selalu di bully adik kelas) pasien-pasien asing itu selalu jadi bagian saya. Kadang mereka sengaja memanggil pasien, setelah dipanggil statusnya diberikan pada saya dan saya baru sadar kalau pasiennya orang asing, tapi sudah terlambat buat protes. Alhasil cuma bisa melotot ke arah teman saya yang sudah senyum-senyum penuh kemenangan. 

Minggu keempat dan kelima mulai lebih betah, mulai lebih bisa rileks di poli dan mulai bisa menyesuaikan diri. Sayangnya, karena lagi-lagi memberhentikan terapi, terpaksa beberapa kali harus suntik iv novalgin buat tetap bisa bertugas di poli. 

Stase penutup ini sangat berkesan. Iya sih, ngomong berkesannya pas di akhir stase. Hihihi. Nggak apa, yang penting berkesan. Kalau kata mama "Kamu itu selalu nangis di awal stase bilang berat lah, nggak betah lah, tapi giliran sudah kelar stase bilangnya kangen.." hehehe..

dan...1 Juni 2013....selesai sudah saya menjalani DUA BELAS STASE kepaniteraan. Langkah rasanya jadi lebih ringan mau pulang ke rumah, mau menghitung hari buat pulang ke Metro. Semuanya manis, semuanya indah.....kalau sudah selesai...hihihi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar